Sabtu, 06 Agustus 2011
TANDA-TANDA KEHANCURAN BANGSA INDONESIA ADA DI DEPAN MATA
Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010), ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa.Kesepuluh tanda tersebut adalah:
1. meningkatnya kekerasan pada remaja
2. penggunaan kata-kata yang memburuk
3. pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan
4. meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas
5. kaburnya batasan moral baik-buruk,
6. menurunnya etos kerja
7. rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara
9. membudayanya ketidakjujuran
10. adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Meski dengan intensitas yang berbeda-beda, masing-masing dari kesepuluh tanda tersebut tampaknya sedang menghinggapi negeri ini. Dari kesepuluh tanda-tanda tersebut, saya melihat aspek yang kesembilan yakni membudayanya ketidakjujuran tampaknya menjadi persoalan serius di negeri ini. Kejujuran seolah-olah telah manjadi barang langka.
Atas dasar itulah maka pendidikan karakter menjadi amat penting. Pendidikan karakter menjadi tumpuan harapan bagi terselamatkanya bangsa dan negeri ini dari jurang kehancuran yang lebih dalam.
Meski hingga saat ini belum ada rumusan tunggal tentang pendidikan karakter yang efektif, tetapi barangkali tidak ada salahnya jika kita mengikuti nasihat dari Character Education Partnership bahwa untuk dapat mengimplementasikan program pendidikan karakter yang efektif, seyogyanya memenuhi beberapa prinsip berikut ini:
1. Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
2. Sekolah berusaha mendefinisikan “karakter” secara komprehensif, di dalamnya mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling), dan melakukan (doing).
3. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif, dan proaktif dalam pengembangan karakter.
4. Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian tinggi.(caring)
5. Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk melakukan berbagai tindakan moral (moral action).
6. Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik, mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk meraih berbagai kesuksesan.
7. Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat
8. Staf sekolah ( kepala sekolah, guru dan TU) adalah sebuah komunitas belajar etis yang senantiasa berbagi tanggung jawab dan mematuhi nilai-nilai inti yang telah disepakati. Mereka menjadi sosok teladan bagi para siswa.
9. Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan dukungan penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka panjang.
10. Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter
11. Secara teratur, sekolah melakukan asesmen terhadap budaya dan iklim sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah, dan sejauh mana siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan pengembangan dan peningkatan nilai-nilai inti etika di sekolah, tentu saya gembira jika sekolah-sekolah kita dapat menempatkan kejujuran sebagai prioritas utama dalam pengembangan program pendidikan karakter di sekolah. Gordon Allport menyebutkan bahwa kejujuran adalah mahkota tertinggi dari sistem kepribadian individu. Jadi. sehebat apapun kepribadian seseorang jika di dalamnya tidak ada kejujuran, maka tetap saja dia hidup tanpa mahkota, bahkan mungkin justru dia bisa menjadi manusia yang berbahaya dan membahayakan.Adapsi dari ahmadsudrajat.waordpress.com
Peringatan sepuluh degradasi moral bangsa dari Thomas Lickona dan pendapat bijak bahwa kejujuran adalah makota tertinggi dari sistem kepribadian dari Gordon Allport serta sebelas prinsip pelaksanaan Character Education Partnership agar dapat mengimplementasikan program pendidikan karakter yang efektif dari Ahmad Sudrajat. Maka diperlukan kemauan yang kuat dari: (1) Pemangku kepentingan dari tingkat pusat sampai daerah. Akan tetapi pemangku kepentingan dapat menjadi hambatan pelaksanaan Character Education Partnership kalau pendidikan diintervensi oleh dunia politik, sistem koncoisme, seperti sekarang sudah menggejala di era otoda. Misalnya pengangkatan KS, Calon guru, pengawas sekolah. Kita berani berkata “ Jangan sentuh dunia pendidikan” (2) Karakter Individu yang mendukung pelaksanaan untuk mencetak generasi yang berkarakter. Individu akan menjadi penghambat antara lain: bekerja yang suka-suka, tidak disiplin, meremehkan mutu, asal bapak senang, mental menerabas, tidak profesional, dan tidak jujur. Misalnya: waktu anak ujian memberitahukan jawaban dengan berbagai cara.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
Postingan yang bagus,Bu.Maju terus.
hai... salam kenal
Matur nuhun Pak Indra Kusumah sudah mau mampir ke blog saya, insa'alllah pak
mantap
Posting Komentar