Terbongkarnya aksi menyontek massal di SDN Gadel II Surabaya pada pelaksanakan ujian nasional 2011, akhirnya menjadi isu nasional. Itu tulisan Jawa Post tertanggal 14 Juni 2011. Siami orang tua siswa membongkar bobroknya para oknom pendidik dan tenaga kependidikan. Mereka seharus menebarkan virus kejujuran dikalangan peserta didik malah menjadi biangnya ketidak jujuran.
Siapa yang menjadi korban ?
1) Peserta didik (PERTADIK). Pertadik jelas yang menjadi korban pertama. Pertadik yg seharus didik dengan nilai-nilai baik (kejujuran) malah didoktrin untuk berbagi jawaban. Pendidik lupa bahwa standar ketuntasan kelulusan (permendiknas 23 th 2006)antara lain ahklak mulia dan kepribadian. Masalah berkembang sampai terjadi pengusiran, inilah yang menjadi trumatik bagi Pertadik yg tidak terlupakan dalam hidupnya. Masih Untung Pertadik mendapat pendamping dari Komnas Perlindungan anak, dan lebih untung lagi contek massal itu terjadinya di ibu kota propinsi Jawa Timur Surabaya kampung Bpk Mendiknas sehingga cepat ditangani dan diambil tindakan. Seandainya Ibu Siami dan putranya rumahnya lereng gunung, apa secepat itu mendapat penanganan dari pemangku kepentingan, waktu yang membuktikan... mungkin Ibu Siami2 lainnya akan menjadi korban ketidak jujuran.
2) Guru menjadi korban kedua. Oknom guru yang menjadi aktor ini juga menjadi korban kurang menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Ada dua kemungkinan oknom tersebut digerakan oleh sistem atau mereka bergerak atas insiatif sendiri diluar sistem, inilah yang masih ramang-remang dan menjadi catatan buram di dunia pendidkan. Karena sudah terjadi apakah guru tersebut mendapat pendampingan dari Organisasi profesi misalnya PGRI atau yang lainnya, sebelum dijatuhkan sanksi tidak boleh mengajar selama dua tahun dan penurun pangkat.
3) Kepala Sekolah korban selanjutnya. Benarkah hanya untuk mengejar kelulusan saja kepala sekolah mengorbankan kompetesinya sebagai Kepala sekolah yang telah melekat di dirinya? dan KS juga membaca, mengerti, dan memahami POS, petunjuk teknis kelulusan. Kepala sekolah apakah sudah mendapat pendampingan dari organisiasi profesi ?
Ada ganjalan dalam hati ini, dalam aturan pelaksanaan ujian SD peran pengawas ujian menentukan. Seandainya pengawas ruang bekerja sesuai dengan TUPOKSInya saya kira nyontek massal tidak akan terjadi, atau mereka membiarkan. Mengapa mereka belum tersentuh sama sekali ?
Menegakan kejujuran dimulai dari diri sendiri
Kejujuran dari kata jujur artinya sesuai apa adanya, sesuai dengan kenyataannya.
Gejala ketidak jujuran dalam UAN, disaya rasakan ketika standar kelulusan mulai merangkak naik. Tahun 2003 standar kelulusan 3,25 tahun berikutnya 4.00, 4,25, 5.00 dan 5,25. dan mulai tidak ada ujian ulang. Sebetulnya kalau di baca POS dan petunjuk pelaksanaan itu tidak masalah. Apabila tidak lulus ada ujian paket (setara)
UAN kepanjangan Ujian Akhir Nasional bukan Ujung2nya Aku Nyontek. Itu celoteh murid ketika pelajaran PKn berlangsung itu terjadi tahun 2008.
Mari kita repleksi pelaksanaan UAN yang baru kita lalui, yang jelek kita buang, yang kurang diperbaiki dan yang baik kita pertahankan dan kita tingkatkan .
Mari kita budayakan kejujuran, dimulai dari diri sendiri sesuai peran kita masing-masing. Amin
1 komentar:
Aku berharap mudah2an pemangku kepentingan pengelola pendidik memikirkan jauh kedepan
Seperti Kaisar Hirohito kalah PD II dari Sekutu
"Berapa banyak guru yang masih tersisa" dan aku berharap diera multikrisis ini tinggal engkau tumpuhan harap bangsa kami. amin
Posting Komentar